Kamis, 30 Agustus 2012

Petani Witihama Suplai Gaplek untuk Warga Bau-Bau

Foto: http://olabastian.blogspot.com

Salah satu bahan pangan yang menjadi andalan petani di sekitar Witihama adalah gaplek alias uwe tuun. Gaplek diolah dengan cara pengeringan dari ubi kayu yang dihasilkan di kebun-kebun termasuk di kebun petani Honihama di Desa Tuwagoetobi, Kecamatan Witihama. Bahan pangan ini lalu dijual kepada para pembeli dari Sulawesi. Demikian postingan di salah satu group facebook oleh seorang penggiat dari kelompok tani setempat.
Aktivitas perdagangan ini tampak pula berlangsung pada Rabu (29/8) kemarin, sebagaimana disebutkan dalam postingan. Tampak sejumlah petani mengumpulkan hasil gaplek masing-masing ke lokasi transaksi di tepi pantai dan dibayar oleh pembeli secara tunai.
Informasi menyebutkan bahwa gaplek merupakan makanan pokok orang batu atas, Kabupaten Bau-Bau, Propinsi Sulawesi Tenggara. Bahan pangan tersebut antara lain didatangkan dari Adonara.  Keterangan lebih lanjut pada postingan menyatakan bahwa transaksi serupa masih berlangsung lagi di lima titik lain seputar pantai Witihama.
Menurut Ignasius, salah satu putra kelahiran Honihama yang sempat mewawancarai kapten perahu, tiap perahu yang datang minimal bisa membeli sepuluh ribu sampai dua puluh lima ribu blik gaplek, dengan harga per blik berkisar 12.500 rupiah. Para kapten perahu tersebut mengungkapkan bahwa mereka singgah dan membeli gaplek dengan ukuran maksimum muatannya, tetapi mereka mengaku kecewa karena perahunya belum penuh.
Hasil pantauan Kepala desa Tuwagoetobi yang juga diinformasikan pada postingan di group facebook tersebut menyatakan bahwa jumlah perahu yang datang per tahunnya ke pantai Honihama mencapai 50-an perahu. Parahu-perahu ini membuang sauh di pantai Wilin, Kemoi, dan Ku One.
Di Adonara, gaplek selain menjadi makanan ternak, juga dapat diolah menjadi bahan untuk membuat kudapan seperti putu dan uwe nomi. Oleh warga, kudapan ini sangat popular saat metin bleban (musim bekarang). Putu dan uwe nomi sering dihidangkan bersama dengan makanan laut seperti lobo (bulu babi), knikat, isikaya, dan makanan laut lainnya termasuk lawar ikan.
Ruben Riantoby, selaku salah seorang partisipan group tersebut mengungkapkan bahwa yang mendesak untuk diperhatikan pemerintah Kabupaten Flores Timur adalah supaya segera membangun tempat penampungan dan pemasaran yang layak untuk mendukung kegiatan ini. Dengan demikian, para petani dalam usaha memasarkan hasil kebun berupa gaplek ini tidak melakukan di tempat terbuka seperti tampak dalam gambar postingan. Tempat penampungan tersebut akan menjamin kualitas gaplek, karena produk tersebut aman dari resiko terkena air hujan. (Teks: Simpet)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar